Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 59
Kecupan atau ciuman mempunyai pengaruh yang sangat efektif dalam menggerakkan perasaan dan kejiwaan anak. Demikian juga ia memiliki peran yang sangat besar dalam menenangkan gejolak amarahnya. Di samping itu, akan lahir pula rasa keterikatan yang erat dalam mengokohkan hubungan cinta antara orang tua dengan anaknya. Ini merupakan bukti dan tanda kasih sayang dari hati sanubari kepada anak, serta wujud nyata dari sikap rendah hati dari yang tua kepada yang muda. Kecupan merupakan cahaya benderang yang akan menerangi hati si anak, akan melapangkan dadanya, serta menambah hangatnya hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Dan yang jelas, ia merupakan sunnah Nabi shallallahu’alaihiwasallam dalam bergaul dengan anak-anak.
Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Beberapa orang Arab Badui datang menemui Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dan bertanya, “Apakah engkau mencium putra-putrimu?”. Beliau menjawab, “Ya”. Mereka berkomentar, “Adapun kami, demi Allah kami tidak pernah mencium anak-anak kami”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pun bersabda,
“أَوَ أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ”
“Aku tak bisa berbuat banyak untukmu bilamana Allah ta’ala mencabut rasa kasih sayang dari dalam hatimu”. HR. Bukhari dan Muslim.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bertutur, “Suatu saat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mencium (cucu beliau) al-Hasan bin ‘Ali dan saat itu ada al-Aqra’ bin Hâbis at-Tamimy duduk di samping beliau. Serta merta al-Aqra’ berkomentar, “Aku memiliki sepuluh anak, sungguh tidak pernah satupun di antara mereka yang kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pun memandangnya seraya berkata,
“مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ”
“Barang siapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi!”. HR. Bukhari dan Muslim.
Jadi, kasih sayang terhadap anak adalah merupakan salah satu sifat menonjol Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam. Selain itu kasih sayang juga merupakan salah satu sebab meraih surga dan keridhaan Allah.
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu menceritakan, “Suatu hari seorang wanita datang menemui Aisyah radhiyallahu’anha dengan membawa kedua anaknya. Lalu Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanitu itu memberikan kurma tersebut kepada kedua anaknya. Masing-masing satu butir. Sedangkan satu butir lagi untuk dirinya. Setelah kedua anaknya memakan kurma tersebut, mereka kembali memandang ibunya. Si ibu paham bahwa mereka masih menginginkan kurma itu. Akhirnya ia membelah satu butir kurma tersebut dan memberikan kepada kedua anaknya, masing-masing separoh. Tidak lama kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan Aisyah pun menceritakan kejadian tadi kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Apa yang membuatmu heran? Ketahuilah bahwa Allah telah mengasihi wanita itu disebabkan kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan dinilai sahih oleh al-Albani.
Di antara potret kasih sayang Rasul shallallahu’alaihiwasallam, penuturan beliau,
“إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَاوَزُ فِي صَلاَتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وُجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ”
“Terkadang saat shalat aku sudah berniat untuk melamakannya. Namun ternyata kemudian aku mendengar tangisan bayi, sehingga akupun mempercepat shalatku. Karena aku sadar betul betapa tidak tenangnya sang ibu karena tangisan anaknya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Anas radhiyallahu’anhu.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 7 Dzulhijjah 1436 / 21 September 2015